Wednesday, December 31, 2008

Kemandulan Finansial

Kemandulan Finansial
Oleh : Safak Muhammad

Banyak orang berjuang habis - habisan mengerahkan segala daya upaya untuk mendapatkan uang. Mereka fokus bagaimana mencari uang sebanyak - banyaknya, tetapi setelah uang diperoleh, mereka gunakan ‘semau gue’, habis begitu saja karena tidak tahu bagaimana cara mengelola uang yang benar. Tetapi ada juga orang yang kurang peduli dengan jumlah penghasilan yang diterima – meski jumlahnya relatif kecil – tetapi mereka lebih fokus mengelola uang sebaik - baiknya agar tidak defisit, bahkan berusaha agar bisa menabung. Kedua golongan tersebut berada dalam kondisi ekstrim ‘kanan’ dan ekstrim ‘kiri’. Kondisi idealnya adalah tidak hanya memfokuskan pada sisi penerimaan saja, tetapi juga sisi pengeluaran.

Berkenaan dengan hal itu, kita akan membahas 7 (tujuh) kesalahan besar yang sering dilakukan orang dalam mengelola uangnya, sehingga membuat uang mandul – tidak beranak, bahkan ‘mati’ alias bangkrut, habis begitu saja bagai ditelan ombak.

Kesalahan pertama, mengandalkan suatu hari nanti
Masih ingat cerita Nabi Nuh dan umatnya? Nabi Nuh berulang kali mengajak umat dan anaknya untuk bersiap - siap menghadapi masa depan yang tidak menentu karena akan ada banjir besar. Namun umat bahkan anaknya sendiri tidak mempercayai. Karena apa yang dikatakan dan dilakukan Nabi Nuh saat itu memang terasa aneh, membangun kapal ketika hari tidak hujan.

Demikian juga, kesalahan pertama kebanyakan orang dalam mengelola keuangan adalah mengandalkan suatu hari nanti. Mereka berpikir ‘biarlah bagaimana nanti saja’ dan tidak mempersiapkan keuangan masa depan. Akibatnya mereka selalu berorientasi jangka pendek dalam setiap gerak langkahnya.

Kesalahan kedua, tidak sedia ‘payung’ sebelum ‘hujan’
Krisis ekonomi yang menimpa negara kita pertengahan 1997 lalu telah membuat ratusan ribu hingga jutaan pekerja di PHK, termasuk pengusaha pun banyak yang bangkrut. Apakah mereka siap dengan keadaan tersebut? Coba ingat - ingat keluarga, teman, tetangga atau bahkan Anda sendiri yang di PHK, seberapa siap menerima keadaan itu? Saya yakin banyak yang tidak siap bahkan tidak sedikit yang stress menghadapi kenyataan itu. Mengapa hal itu bisa terjadi? karena tidak ada persiapan atau antisipasi.

Ketika seseorang sudah menemukan kenyamanan (comfort zone) dalam pekerjaan atau bisnisnya, seringkali mereka lalai mengantisipasi risiko PHK atau bangkrut. Mereka lupa bahwa ada hal yang sangat pasti dalam hidup ini, yaitu ‘hidup ini tidak pasti’. Untuk itu diperlukan persiapan - persiapan menghadapi masa depan yang tidak pasti tersebut.

Kesalahan ketiga, mendahulukan simbol kemapanan
Fitrah manusia memang cenderung untuk hidup bermewah – mewahan. Bahkan tidak jarang orang melakukan apa pun untuk meraih kemewahan itu. Kecenderungan manusia juga ingin menunjukkan simbol - simbol kemapanan, status tertentu atau gengsi, meski secara finansial belum mampu.

Perilaku manusia dalam mengelola keuangannya dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu boros, pelit dan sederhana. Orang yang boros, menghabiskan uangnya untuk membeli barang - barang hedonis. Baginya hidup harus ‘dinikmati’, dengan persepsi yang salah. Mereka merasa kaya, meski sebenarnya belum kaya. Mereka lupa bahwa menikmati hidup tidak identik dengan bermewah – mewahan.
Golongan kedua adalah orang yang sangat pelit, sampai tidak dapat menikmati hartanya. Justru yang menikmati adalah orang lain karena ketika dia mati tidak membawa hartanya. Idealnya kita termasuk golongan ketiga yaitu hidup sederhana sesuai kemampuan finansial. Hidup sederhana bukan berarti tidak menikmati hidup ini dengan uang yang kita miliki. Boleh saja kita beli mobil, rumah mewah, keliling dunia dan lainnya asalkan semua itu masih dibawah kemampuan finansial dan sesuai dengan tujuan finansial yang kita tetapkan.

Kesalahan keempat, bertindak ekstrim dalam kebijakan finansial
Salah satu sikap manusia yang sering menimbulkan masalah dikemudian hari adalah geedy (serakah). Dengan sikap ini, manusia tidak hanya ingin cepat kaya, ingin cepat naik pangkat tetapi juga keinginan lain yang serba instant. Memang, tidak ada salahnya seseorang ingin meraih sesuatu secara cepat asalkan tetap memperhatikan rambu - rambu moral yang berlaku.
Masalahnya, kesalahan yang sering terjadi adalah bertindak ekstrim dengan harapan segera ’sampai tujuan’. Misalnya, kita berhutang secara besar-besaran tidak sesuai dengan kemampuan membayar. Atau berinvestasi, meski tujuannya baik jika tidak dilakukan secara bijaksana malah menyebabkan kerugian. Pun demikian, berasuransi dengan tujuan melindungi keuangan dan masa depan, bisa berubah menjadi masalah apabila tidak tahu caranya apalagi bertindak berlebihan.

Kesalahan kelima, tidak memanfaatkan daya ungkit finansial
Sebagain orang merasa dia harus bekerja sendirian untuk meraih tujuan yang diinginkan, termasuk dalam meraih tujuan finansial. Biasanya, orang-orang demikian akan lambat bahkan sulit mendapatkannya. Disinilah perlu memanfaatkan daya ungkit finansial. Menurut Robert G. Allen dalam buku The One Minute Millionaire, ada lima leverage (daya ungkit) yang dapat digunakan sebagai pondasi dalam meraih kekayaan yaitu mentor (pembimbing), tim yang kuat, jaringan, peralatan dan sistem. Kelima leverages itu akan memberikan daya ungkit yang luar biasa dalam membangun kekayaan melalui uang orang lain, pengalaman orang lain, ide orang lain, pekerjaan orang lain dan waktu orang lain.
Kesalahan keenam, mengabaikan kesehatan demi uang
Kebanyakan orang mengejar uang dengan mengabaikan kesehatannya. Mereka lupa kalau uang tidak bisa membeli kesehatan, karena uang hanya bisa membayar dokter atau rumah sakit. Oleh karena itu menjaga kesehatan itu tetap lebih penting dalam mencari uang. Jangan sampai kesehatan dikorbankan demi uang. Maka olah raga, makan bergizi secara teratur, tidur dan istirahat cukup harus menjadi bagian terpenting dalam perencanaan keuangan. Tidak bisa diabaikan!

Kesalahan ketujuh, kekacauan strategi pensiun
Pada bulan Nopember 2004 lalu, sekitar 4.5 juta pelamar Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjubel di berbagai daerah. Para pelamar kerja itu memperebutkan lowongan pekerjaan yang hanya tersedia 200 ribuan orang. Lalu, apa yang mendorong mereka sehingga rela mengadu nasib tersebut? Mereka ingin mendapatkan pensiun sejahtera. Itulah alasan utamanya. Akankah harapan itu menjadi kenyataan? Mari kita simak analisis berikut ini.
Lembaga pensiun yang selama ini diharapkan ‘menjamin’ pembayaran uang pensiun pegawai negeri sipil (PNS), saat ini mulai diragukan kemampuannya. Perhatikan sistem pembayaran pensiun PNS. Sejak Januari 2003, sebanyak 79 persen dana pensiun mereka diambil dari APBN dan 21 persen dari PT.Taspen. Jika sistem ini diteruskan, maka pada tahun 2014 aset PT. Taspen akan habis, sehingga kemungkinan besar sebagian gaji pensiunan PNS tidak lagi terbayar. Bahkan di Amerika saja, sebagian perusahaan - perusahaan besar sudah tidak lagi memberikan jaminan pensiun kepada karyawannya dengan alasan efisiensi.

Untuk hidup sejahtera di masa pensiun, seseorang tidak bisa hanya bergantung pada program pensiun, karena program pensiun hanya memberikan kontribusi pendapatan yang kecil. Menurut Hendri Hartopo (2003), sebesar 80 persen kecukupan sumber tabungan pensiun tersebut sangat ditentukan oleh program individu masing – masing dan sisanya sebesar 5 persen berasal dari bantuan pemerintah dan 15 persen dari program perusahaan. Jadi, sejahtera atau tidak pada masa pensiun nanti sangat – sangat tergantung pada masing-masing individu.

Oleh karena itu, alangkah bijaksananya bila mulai sekarang kita tidak lagi mengandalkan jaminan pensiun seperti itu. Banyak cara untuk menggantikan program pensiun yang dapat dilakukan sendiri. Kuncinya, mulai sekarang!
Semoga bermanfaat!

No comments: