Wednesday, December 31, 2008

Pembelajaran dari Tanah Liat

Pembelajaran dari Tanah Liat
Oleh : Achmad Firdaus

Suatu ketika seorang teman berkeluh kesah kepada saya. Dia merasa jengkel dengan sikap atasannya. Dia pernah mengajukan proposal ide perbaikan namun atasannya tidak menanggapi. Menurutnya dia sudah menjabarkan usulannya secara detail. Mulai dari latar belakang usulan, analisa permasalahan, usulan perbaikan, tekhnis pengerjaan hingga rencana anggaran. Apa daya atasannya tidak bergeming.
Pernahkah anda mengalami hal yang sama seperti rekan saya tersebut?. Sejujurnya, saya sendiri pernah mengalaminya. Waktu itu saya mengajukan ide perbaikan membuat sign board ruangan training. Saat itu, perusahaan memiliki 4 ruangan kelas training. Kegiatan training di perusahaan saya memiliki arti yang sangat penting. Oleh karenanya top manajemen selalu menjadualkan kegiatan plan tour ke ruangan training bagi tamu yang sedang berkunjung ke perusahaan.
Ada satu permasalahan, pada saat tamu perusahaan berkunjung ke ruangan training. Selalu saja dia menanyakan “Di ruangan ini sedang training apa?”. Terkadang pertanyaan juga sering diajukan oleh karyawan yang hendak menggunakan ruangan training. Mereka selalu menanyakan ”Ada training room yang kosong enggak?”.
Mengamati kejadian ini, saya mengajukan ide membuat sign board di setiap ruang pelatihan. Sign board dibuat dengan sistem digital display dan dapat diinput dari office. Dengan sistem ini, kita bisa mengkomunikasikan kepada khalayak bahwa di ruangan training 1 sedang ada pelatihan -A-. Di ruangan training 2 sedang ada pelatihan –B- dstnya. Dengan digital display, komunikasi lebih lancar, lebih atraktif dan lebih mudah.
Pada proposal kegiatan dijelaskan jumlah dana yang diperlukan. Team pembuat berasal dari SDM perusahaan. Bahan-bahan sebagian besar diambil dari piranti elektronik yang sudah tidak terpakai lagi (barang reject namun kualitasnya masih bagus). Total pembuatan display ini hanya memerlukan tambahan dana sebesar Rp 500.000,-.
Proposal kemudian diajukan ke atasan. Di luar dugaan ternyata proposal tersebut langsung ditolak tanpa memberikan kesempatan kepada saya untuk menjelaskan lebih rinci tentang isi proposal. Melalu kalimat
“Apakah anda telah menganggarkan pengeluaran tsb pada budget forecasting tahun ini?”. tanya atasan saya.
“Belum pak ?”, jawab saya.
“Kalo gitu, proposal ini tidak bisa ditindaklanjuti, tidak ada budget !”.
Killing Words ”TIDAKA ADA BUDGET!” merupakan kalimat yang tidak perlu eksplanasi tambahan.
Nah bila anda memiliki atasan yang demikian, saya menyebutnya atasan anda memiliki sifat seperti tanah liat.
Tanah liat memiliki porositas yang sangat kecil. Saking kecilnya porositas menyebabkan air tidak dapat menembus lapisan tanah liat. Itu artinya atasan anda tidak dapat meneruskan ide, usulan ataupun informasi apapapun dari bawahannya. Manajemen yang dikembangkan oleh atasan yang demikian, kita sebut saja dengan istilah manajemen ”POKOKE”.
”Apapun yang kamu bilang, pokoke....................
”Saya enggak mau tahu, pokoke........................
”Terserah kamu, pokoke....................................
Lain lagi dengan pengalaman kawan saya yang lain. Sebut saja Pak Dani. Dia bercerita bahwa atasannya yang bernama Pak Budy suka nyebelin, lantaran Pak Dani sering dijadikan bumper ketika terjadi permasalahan. Suatu saat Pak Budy mendapat perintah dari top management untuk melakukan suatu pekerjaan. Pak Budy meminta Pak Dani untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Setelah selesai, pekerjaanpun disetorkannya kepada Pak Budy. Malang benar nasib Pak Dany. Manakala top management kurang berkenan terhadap hasil pekerjaan tersebut. Pak Budy hanya berkomentar, ”Itu Dany yang ngerjain, Pak!”.
Menurut penuturan Pak Dani, Pak Budy punya mental yang jelek. Dia hanya sebatas ‘penyampai berita’. Apa yang dikatakan oleh atasannya selalu saja diteruskan kepada bawahannya tanpa kesan dan pesan tambahan. Pak Budy tidak lebih dari sekedar transmiter berita. Selalu saja ucapan yang keluar dari mulutnya adalah
“Atas petunjuk dari manajemen, kita ...................”.
”Sudahlah, yang penting kita nurut saja seperti yang disampaikan oleh manajemen!”.
Bila anda memiliki atasan yang demikian, saya menyebut atasan anda dengan istilah atasan bertipe pasir.
Pasir memiliki porositas yang sangat besar. Saking besarnya porositas pasir menyebabkan seluruh air dapat dengan mudah melaluinya. Dengan demikian pasir tidak dapat menyimpan atau menahan air. Dia tidak bisa digunakan sebagai media penahan air. Biasanya atasan yang demikian kurang memiliki akuntabiltas terhadap apa yang menjadi tanggung jaweabnya.
Lalu tipe atasan yang seperti apa yang cukup ideal?
Tipe atasan yang baik adalah kombinasi campuran dari tanah, pasir dan pupuk. Dengan komposisi yang tepat, kombinasi ketiganya akan menghasilkan media yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Komposisi media ini akan menyebabkan sebagian air dapat meresap ke dalam tanah namun tidak membuat media tanah lembab. Tanamanpun dapat tumbuh subur sesuai yang diharapkan. Kombinasi dari ketiga materi ini akan menghasilkan media pertumbuhan yang ideal bagi tanaman.
Seorang atasan yang baik dapat meramu kepintaran bawahannya menjadi kekuatan team. Bagi teman sejawatnya, dia akan terlihat ’serba tahu’ atas segala hal yang berkaitan dengan area kerjanya. Dia dapat menyeleksi ide yang dapat ditindaklanjuti sebgaia tindakan dan ide mana yang tidak perlu. Dia dapat berperan sebagai payung bagi bawahannya dan diapun berani menanggung jawab atas segala hal terjadi di area kerjanya. Pendek kata dia tahu benar atas akuntabilitas yang dia miliki.

Artikel ini dapat juga dibaca di Majalah Human Capital (HC) edisi Juni 2007 atau di http://achmadfirdaus.blogspot.com

No comments: