Wednesday, December 31, 2008

Raihlah Akhiratnya, Dapatkan Uangnya

Raihlah Akhiratnya, Dapatkan Uangnya
Oleh : Safak Muhammad

Dalam setiap amal perbuatan, Islam mengajarkan untuk memulai dengan niat baik, agar amalan yang kelihatannya hanya ‘berbuah’ dunia, bisa juga ‘berbuah’ akhirat. Innamal a’malu binniyah. “Sesungguhnya setiap perbuatan (amal) tergantung niatnya”. Agar seluruh kegiatan usaha, pekerjaan dan kebiasaan di dunia ini tidak sia - sia, kita harus niatkan untuk mendapatkan akhirat. Karena kehidupan akhirat itulah sebaik - baik kampung halaman untuk kembali. Dan yang tidak kalah pentingnya dari menata niat yang benar karena UANG akan ‘mengikuti’ kita di dunia ini.
Sebagai bukti atas pernyataan ini, saya sampaikan kisah seorang pedagang nasi, sebut saja Si Mbok, di kota kelahiran saya Lamongan Jawa Timur. Kisah ini saya peroleh dari adik saya, saat saya merayakan lebaran 1426 H di kampung halaman. Si Mbok yang janda, awalnya tidak memiliki apa-apa, kini harta bendanya berlimpah. Rumah mewah untuk ukuran di kampung dan uang banyak. Kenapa ia bisa berhasil, padahal dari tingkat pendidikan dan modalnya saat itu sangat minim? Ternyata, saat memulai merintis warung nasi ia niatkan membantu tukang becak. Ia sangat prihatin dengan kondisi tukang becak yang berpenghasilan pas-pasan, sehingga ia menjual makanan murah, meski tidak untung secara finansial. Baginya, mendapatkan untung berupa makan sehari tiga kali sudah cukup. Niat tulus yang diimbangi dengan keahlian memasak itulah yang akhirnya berbuah kesuksesan. Kini ia tidak hanya melayani tukang becak tetapi beragam pelanggan dengan omset jutaan rupiah per hari.
Orang yang selalu meniatkan akhirat dalam setiap amal dunianya, ibarat menanam padi. Orang menanam padi (akhirat) biasanya juga mendapatkan rumput (dunia). Berbeda bila seseorang hanya menanam rumput, maka ia belum tentu mendapatkan padi, karena jarang sekali padi tumbuh diantara rerumputan. Jadi orang yang meniatkan seluruh kegiatan dunianya dengan tujuan akhirat pasti mendapatkan dunia dan akhirat. Sebaliknya orang yang hanya berorientasi dunia, maka hanya dunia yang diperoleh. Hal ini ditegaskan Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dan Imam Tirmidzi :

” Barangsiapa yang menjadikan dunia ini sebagai satu-satunya tujuan akhir (yang utama), niscaya Allah akan menyibukkan dia (dengan urusan dunia itu), dan Dia (Allah) akan membuatnya miskin seketika, dan ia akan dicatat (ditakdirkan) merana di dunia ini. Tetapi barangsiapa menjadikan akhirat sebagai tujuan akhirnya, Allah akan mengumpulkan teman - teman untuknya dan Dia akan membuat hatinya kaya dan dunia akan takluk dan menyerah padanya”.

Selain itu, Allah berfirman melalui hadits Qudsi :

“Wahai anak cucu Adam, kalian mencurahkan segala ibadah hanya karena ingin ridla-Ku, pasti akan Aku penuhi hatimu dengan kekayaan. Aku juga akan tutup kefakiranmu. Jika tidak demikian, Aku akan penuhi hatimu dengan segala kesibukan. Aku juga tidak akan menutupi kefakiranmu”
HR Ibnu Majjah dari Abu Hurairah

Dalam bahasa Ary Ginanjar Agustian, penulis buku Emotional Spiritual Quotient (ESQ), bila seseorang ingin sukses dunia – akhirat maka harus mendahulukan komitmen spiritual dari pada komitmen fisik. Ary kemudian membuat perbandingan dengan Piramida Kebutuhan Abraham Maslow, dengan Piramida Kebutuhan ESQ sebagai berikut :












Gambar Piramida Maslow Piramida (seharusnya)

Pada piramida Abraham Maslow, kebutuhan fisik (Basic Need) menempati urutan pertama, kemudian diikuti Safety Need, Social Need, Self Esteem dan Self Actualization, sehingga yang terjadi manusia tidak pernah puas dengan segala kebutuhan dasarnya yang bersifat relatif dan terus berlomba-lomba memperebutkannya bahkan dengan menghalalkan segala cara dan jarang yang berhasil mencapai tingkat aktualisasi diri.
Sesungguhnya, urutan kebutuhan manusia sesungguhnya sudah diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS dalam urutan pelaksanaan ibadah haji, 4500 tahun yang lalu, namun kita tidak pernah memahaminya. Urutan tersebut adalah :
(1) Self – Actualization (aktualisasi diri), yaitu makna di dapat saat Wukuf di padang Arafah ketika manusia menyadari siapa dirinya, dari mana asalnya dan mau kemana dia.
(2) Self Esteem (pengakuan diri), dijawab dengan melontar jamarat (jumroh). Saat itu manusia harus melontarkan segala kesombongan dan kebanggaan yang selama ini justru dikejar.
(3) Social Need (kebutuhan sosial) yang dibangun dengan thawaf yaitu masyarakat yang memiliki nilai dan prinsip yang sama yang dilambangkan dengan pakaian ihram dan kemudian berputar bersama-sama mengelilingi satu nilai secara harmonis dan damai.
(4) Safety Need (kebutuhan rasa aman) yang dijawab dengan Sa’i, yaitu ketika manusia merasa takut, maka saat itulah justru harus terus bergerak atau bekerja seperti yang dilakukan Siti Hajar yang terus berlari dari bukit Shafa ke Marwah.
(5) Basic Need (kebutuhan dasar) akan terpenuhi dengan cara yang baik dan benar, itulah air zam – zam yang penuh berkah yaitu hasil dari kemenangan fisik (IQ) yang didahului dengan kemenangan mental (EQ) dan spiritual (SQ). (dikutip dari Harian Umum Republika, 14 Pebruari 2006).
Orang yang berorientasi akhirat selalu berpikir jangka panjang. Implikasinya, dia akan berusaha secara optimal dalam setiap kegiatannya. Dia berusaha untuk tidak berbuat kesalahan sekecil pun karena akan menurunkan tingkat kepercayaan kepada dirinya. Kalau terlanjur berbuat salah, dia akan memperbaikinya. Dia akan bekerja dengan jujur, amanah dan profesional. Orang yang profesional dan dapat dipercaya dalam bidang apa pun akan mendapatkan penghargaan berupa karir yang baik – bila dia bekerja, dan bisnis berkembang serta rejeki berlimpah bila sebagai pengusaha. Sebaliknya bila orang berorientasi dunia cenderung menghalalkan segala cara, yang penting dapat uang.
Bila kita ingin kaya penuh berkah, mau tidak mau, suka tidak suka, jadikan akhirat sebagai tujuan akhir. Sebab dengan niat itu kita akan berusaha mendekatkan diri kepada Allah sehingga Dia akan memudahkan urusan dunia – akhirat. Itulah salah satu rahasia hidup berkelimpahan. Hal ini juga sesuai dengan tujuan Allah menciptakan jin dan manusia yaitu untuk beribadah.
Masalahnya tidak semua orang menyadari hal ini dan menganggap urusan ibadah hanyalah urusan pahala yang hanya ada di akhirat nanti. Selain itu, kebanyakan orang selalu mengharap hasil, sebelum melakukan sesuatu atau sebelum jelas keuntungan (materinya). Ini adalah budaya pamrih. Ironisnya, budaya ini secara terus menerus telah diajarkan oleh nenek moyang sampai pada ibu bapak kita kepada anak-anaknya. Sadar atau tidak, orang tua kita sering mengatakan seperti ini, “Belajar yang baik, nanti kalau naik kelas dibelikan sepatu baru”, “Shalat yang rajin, biar nanti tidak masuk neraka”, “Jangan menangis, nanti ibu belikan mainan”, dan sebagainya. Akibatnya, ketika anak tumbuh dewasa, ia menjadi seorang yang selalu pamrih, yang seringkali bertindak pragmatis, jangka pendek. Jika secara jangka pendek tidak menguntungkan, maka pekerjaan, bisnis atau hubungan apa pun dengan orang lain sulit dilakukan.
Kita dapat mengamati sikap si Mbok sebagaimana contoh diatas, bahwa dia telah melakukan pekerjaan berdasarkan orientasi jangka panjang dan niat yang ikhlas membantu tukang becak. Lalu bagaimana dengan sikap kita? Agar setiap pekerjaan dan bisnis dapat menjadi sumber motivasi jangka panjang dan bernilai ibadah, maka hal – hal berikut sebaiknya dilakukan yaitu :
(a) Tentukan niat baik. Dengan niat yang benar dan niat baik, maka output - nya juga baik. Ingat prinsip garbage in garbage out (Seperti dalam program komputer, output yang dihasilkan adalah tergantung inputnya). Niat harus spesifik, agar apa yang kita lakukan lebih fokus dan berdaya guna, seperti kisah Si Mbok diatas (membantu tukang becak memperoleh makanan murah). Bandingkan bila niatnya terlalu umum seperti “berguna bagi nusa dan bangsa”, maka pengaruh pada perbuatan kita tidak begitu nyata. Bahkan kita akan bingung mau melakukan apa sehingga bisa berguna bagi nusa dan bangsa.
(b) Prinsip utamanya adalah khairunnas, anfauhum linnaas (sebaik - baik orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain). Dengan menggunakan prinsip ini, kita akan selalu berusaha agar apa pun yang kita kerjakan selalu bermanfaat di dunia ini. Ukurannya tidak selalu materi (uang), karena uang pasti ‘mengejar’ orang – orang yang bermanfaat bagi orang lain.

Demikian, semoga bermanfaat!
*) Tulisan ini dimuat di Majalah Nurul Hayat - Surabaya

No comments: